Powered By Blogger

Rabu, 17 April 2013

Asuhan keperawatan osteoporosis


ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

MAKALAH
OSTEOPOROSIS



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 )
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur ( Sudoyo, 2009 ).

1.2 .     Rumusan Masalah
Agar penulisan makalah tidak menyimpang dari tujuan semula, maka penulis merumuskan masalah pada:
1.      Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis?
2.      Apa etiologi dari Osteoporosis?
3.      Bagaimana manifestasi klinis Osteoporosis?
4.      Bagaimana penatalaksanaan Osteoporosis secara medis dan keperawatan?
5.      Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Osteoporosis ?          

1.3    Tujuan Penulisan
   Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran mahasiswa dalam memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi, manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan keperawatan dari Osteoporosis.
.

1.4   Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas makalah ini adalah mencari dari berbagai sumber dan diskusi bersama kelompok
1.5 Sistematika Penulisan
       Penulisan makalah ini disusun dalam tiga BAB dengan sistematika sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN
Yang menguraikan :
1.1.Latar Belakang Masalah
1.2.Tujuan Penulisan
1.3.Metode Penulisan
1.4.Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1.Model Promosi Kesehatan
2.2 Asumsi dari model promosi kesehatan
2.3 Proposisi model promosi kesehatan
2.4 Revisi model promosi kesehatan
BAB III PEMBAHASAN
            3.1 Definisi promosi kesehatan
            3.2 Teori pemahaman promosi kesehatan
            3.3 Model teori promosi kesehatan menurut Nola J. Pender
            3.4 Komponen teori promosi kesehatan
            3.5 Analisis teori promosi kesehatan

BAB IV PENUTUP
Yang menguraikan tantang :
3.1.Kesimpulan
3.2.Saran


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    PENGERTIAN  

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001,  National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah  ( Sudoyo, 2009 ).

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
a.       Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

b.      Osteoporosis Sekunder
      Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang


B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1.      Determinan Massa Tulang
a.       Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b.      Faktor mekanis
      Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c.       Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.

2.      Determinan penurunan Massa Tulang
a.       Faktor genetik
      Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b.      Faktor mekanis
      Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi  hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya   usia.
c.       Kalsium
        Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d.      Protein
      Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e.       Estrogen.
      Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f.       Rokok dan kopi
      Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g.      Alkohol
      Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
            Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
      1.      Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus  berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
      2.      Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
      3.      Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
      4.      Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

C.       Patofisiologi PPOM
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah
D. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1.      Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2.      Nyeri timbul mendadak.
3.      Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4.      Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5.      Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6.      Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan

E. KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet tangan

F. PENATALAKSANAAN
1.      Penatalaksanaan Medis
A.    Pengobatan
1.      Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2.      Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

B.     Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1.      Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2.      Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a.       Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b.      Latihan teratur setiap hari
c.       Hindari :
1.      Makanan tinggi protein
2.      Minum alkohol
3.      Merokok
4.      Minum kopi
5.      Minum antasida yang mengandung aluminium

2.      Penatalaksanaan keperawatan
a.       Membantu klien mengatasi nyeri.
b.      Membantu klien dalam mobilitas.
c.       Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
d.      Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a.       Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
b.      Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1.      Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2.      Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.


3.      Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara volimetrik.
c.       Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d.      Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e.       Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
f.       Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
g.      CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
h.      Pemeriksaan Laboratorium
1.      Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2.      Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3.      Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4.      Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya


 BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS


A.    Pengkajian
1.      Assesment
a)      Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis. Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
b)      Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
c)      Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.



Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :
ü  Data subyektif :
-        Klien mengeluh nyeri tulang belakang
-        Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
-       Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan gerak
-        Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun\
-        Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
-        Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
-        Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
ü  Data obyektif ;
-        tulang belakang bungkuk
-        terdapat penurunan tinggi badan
-        klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
-        terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
-        klien tampak gelisah
-        klien tampak meringis

2.      Pemeriksaan fisik
a)  Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
     b)  Sistem kardiovaskuler
     c)   Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.

     d)  Sistem perkemihan
     e)   Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
     f)    Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.

3.      Pemeriksaan diagnostic
-        Radiology
-        CT scan
-        Pemeriksaan laboratoriu

4.      Diagnosa Yang Mungkin Muncul Pada Osteoporosis
1)      Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
2)   Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
3)  Risiko injury (cedera)  berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh
4)     Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5)     Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
6)      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
7)      Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras

5.      Intervensi
1.      Nyeri sehubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan ; Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
-       Klien akan mengekspresikan perasaan nyerinya
-       Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
-       Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana

INTERVENSI
RASIONAL
-          Pantau tingkat nyeri pada punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau pinggang
-          Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
-          Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri

-          Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi terlentang selam kurang lebih 15 menit
-          Tulang dalam peningkatan jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal.

-          Laternatif lain untuk mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
-          Keyakinan klien tidak dapat mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk mengatasi nyerinya.
-          Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.

2.      Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan : Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
-Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
-Klien mampu melakukan ADL secara independent
INTERVENSI
RASIONAL
-          Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada

-          Rencanakan tentang pemberian program latihan :
¤     bantu klien jika diperlukan latihan
¤     ajarkan klien tentang ADL yang bisa dikerjakan,
¤     ajarkan pentingnya latihan
-          Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
-          Peningkatan latihan fisik secara adequat :
¤     Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
¤     Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit
¤     Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba danmengangkat beban berat
-          Dasar untuk memberikan alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
-          Latihan akan meningkatkan pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.





-          ADL secara independent

-          Dengan latihan fisik :
¤     Massa otot lebih besar sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
¤     Program latihan merangsang pembentukan tulang

¤     Gerakan menibulkan kompresi vertikal dan risiko fraktur vertebrae

3.      Risiko injury (cedera)  berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan : Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
-       Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
-       Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

INTERVENSI
RASIONAL
-          Ciptakan lingkungan  yang  bebas dari bahaya :
¤     Tempatkan klien pada tetmpat tidur rendah
¤     Amati lantai yang membahayakan klien
¤     Berikanpenerangan yang cukup
¤     Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
¤     Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan
-          Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
¤     Kaji kebutuhan untuk berjalan
¤     Konsultasi dengan ahli terapis
¤     Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
¤     Ajarkan klien waktu berjalan dan keluarg ruangan
-          Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
-          Ajarkan pad aklien untuk berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
-          Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis :
¤     Rujuk klien pada ahli gizi
¤     Ajarkan diit yang mengandung banyak kalsium
¤     Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
-          Ajarkan efek dari rokok terhadap pemulihan tulang
-          Observasi efek samping dari obat-obtan yang digunakan
-          Menciptkan lingkungan yang aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan.









-          Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.







-          Penarikan yang terlaluk keras akanmenyebakan terjadinya fraktur.
-          Pergerakan yang cepat akan lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan osteoporosis.
-          Diit calsium dibutuhkan untuk mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang. Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.


-          Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis

-          Obat-obatan seperti deuritik, phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh.

4.      Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan

Intrvensi
Rasional
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang
peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya
Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut
bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri


5.      Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif


Intervenai
Rasional
Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya
ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan
Hindari kritik negative


kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri
Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien


dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi



6.      Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari

Intervensi
Rasional
Auskultasi bising usus


hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus
Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus
Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses
mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan
Lakukan latihan defekasi secara teratur
program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah
meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah


7.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
Intervensi
Rasional
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat


suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.


















BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1.      Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2.   Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang


B.SARAN
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1.         Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2.         Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa keperawatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar