BAB
II
TINJAUAN TEORI
2.1
Pengertian
Dementia adalah
sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara
menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan pemikiran
abstrak demikian juga dengan perubahan tingkah laku, tetapi tidak disebabkan
oleh kesadaran yang berkabut, depresi atau gangguan fungsional mental lainnya.
Alzheimer merupakan penyakit dementia primer yang tersering. Penyakit Alzheimer
(AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif dan progresif pada otak yang
menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori,
berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson, 2006).
Alzheimer merupakan penyakit
kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui
mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner
&,Suddart, 2002 ).
Alzheimer merupakan penyakit
degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan
kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan
progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala
Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer adalah penyakit yang
merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65
tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga
merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang
mengenai sel-sel otak dan
menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan
wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun.
(Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
Sehingga dengan demikian Alzheimer
adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan
merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
2.2.
Etiologi
Belum ada penyebab yang pasti
mengenai penyakit ini, namun terdapat beberapa faktor presdisposisi diantaranya
:
1. Faktor
genetik
2. Usia
3. Infeksi virus
lambat
4. Lingkungan
5. Imunologi
6.Trauma
2.3.
Patofisiologi
Terdapat beberapa
perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak
berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor
amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara
primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik,
perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron
korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural)
dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri
khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson
dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD
adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat
kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein atau sebagian besar
sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron.
Pada neuron AD terjadi
fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada
tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau
yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya
masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan
interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti
kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.
Lesi
khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di
sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)
yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP
terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen
lengket yang
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga
mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga
mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi,
perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia
kelainan pada otak
2.4.
Pathway
2.5.
Manifestasi Klinis
Manifestasi/
gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :
1. Kehilangan
daya ingat/memori
2. Kesulitan
melakukan aktivitas rutin yang biasa
3. Kesulitan
berbahasa.
4. Kesulitan
tidur
5. Disorientasi
waktu dan tempat
6. Penurunan
kemampuan dalam memutuskan sesuatu
7. Emosi labil
8. Apatis
9. Tonus otot /
kekakuan otot
10.Ketidakmampuan
mendeteksi bahaya
2.6. Komplikasi
Komplikasi yang
mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer, diantaranya :
1. Infeksi
2. Malnutrisi
3. Kematian
2.7. Penatalaksanaan medis
Pengobatan
penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan
simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan
keluarga.
Pengobatan
simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar
asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
Contoh:
fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept),
galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
Pemberian obat ini dikatakan dapat
memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung
ESO: memperburuk
penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual
& muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita
alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin
hydrochloride
Dosis 3 gr/hari
selama 3 bulan peroral
Tujuan:
perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode
yang sama.
3) Nootropik
Nootropik
merupakan obat psikotropik
Tujuan:
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada
penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi
intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal.
Contoh: klonidin
(catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
Dosis : maksimal
1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang
memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita
alzheimer, sering kali terjadi :
Gangguan psikosis
(delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari
selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
Bila penderita
Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline
25-100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu
substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzyme ALC
transferase.
Tujuan :
meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2
gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek:
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran,
2000)
2.8. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian
diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut :
a. Neuropatologi
Diagnosa
definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum
didapatkan :
-atropi yang
bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
-berat otaknya
berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan
neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1) Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan
sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi
protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.
2) Senile plaque (SP)
Merupakan
struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, microglia. Amiloid
prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.
Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus,
korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat
pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan
gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan
mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat
selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron
piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan
substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis
dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel
serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah
ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi
pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu
neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah
vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan
ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak
5) Lewy body
Merupakan bagian
sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate,
korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
- Fungsi
pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan
fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
-Test psikologis
ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian
otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa
Evaluasi
neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena:
1) Adanya
defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila
terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan
neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada
global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal,
faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3)
Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode
non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume
jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan :
-Menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel
keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit
ini
-Penipisan
substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya
gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
-Peningkatan
intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada
ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada
daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii.
-MRI lebih
sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab
lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG
-Berguna untuk
mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik
PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita
alzheimer, hasil PET ditemukan :
-Penurunan
aliran darah
-Metabolisme O2
-Glukosa
didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
-Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya
seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar,
tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara
selektif. (Yulfran, 2009
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN ALZHEIMER
ASUHAN KEPERAWATAN ALZHEIMER
A. Pengkajian
Adapun
pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :
1. Identitas klien
-
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, status
perkawinan, golongan darah, dan hubungan pasien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan
-
Riwayat penyakit dahulu yaitu penyakit apa saja yang pernah diderita pasien,
baik penyakit yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit Alzheimer,
maupun yang tidak.
-
Riwayat penyakit sekarang yaitu penyakit yang diderita pasien saat ini, dalam
kasus ini penyakit Alzheimer
-
Riwayat penyakit keluarga yaitu penyakit yang pernah diderita anggota keluarga
yang lain, baik yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit
Alzheimer maupun yang tidak.
3. Pengkajian
PsikoSosial Spiritual
-
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien menglami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan
pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan mudah marah, dan tidak
kooperatif. Perubahan yang terpenting pada pasien dengan penyakit Alzheimer
adalah penurunan kognitif dan memori (ingatan).
4. Aktifitas istirahat
-
Gejala: Merasa lelah
-
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi:
penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan
untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
-Gangguan keterampilan
motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya,
gerakan yang sangat bermanfaat.
5. Sirkulasi
-
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
6. Integritas ego
-
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri.
kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
-
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) ,
duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak
bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat
kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
7. Eliminasi
-
Gejala: Dorongan berkemih
-
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
8. Makanan/cairan
-
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap
rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
-
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin
mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap
lanjut).
9. Hiygene
-
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
-
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,
kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang
berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk
memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan
10.Neurosensori
-
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,dan
atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan,pusing atau
kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil
keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh
orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian
tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral
vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodik (
sebagai faktor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat
sekunder pada kerusakan otak ).
-
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan
kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau
percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal,
atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis
bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
11.Kenyamanan
-
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi faktor
predisposisi atau faktor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar
dan sebagainya).
-
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
12.Interaksi sosial
-
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
-
Tanda : Kehilangan kontrol sosial,perilaku tidak tepat.
13.Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum:
Klien
dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan
degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernafasan.
- B1 (Breathing)
Gangguan
fungsi pernafasan :
Berkaitan
dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya
fungsi pembersihan saluran nafas.
a.
Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
b.
Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
c.
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d.
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
- B2 (Blood)
Hipotensi
postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada
pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
- B3 (Brain)
Pengkajian
B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian
pada sistem lainnya. Inspeksi
umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
- B4 (Bladder)
Pada
tahap lanjut, beberapa pasien sering mengalami inkontinensia urin biasanya
dengan penurunan status kognitif dari pasien Alzeimer. Penurunan refleks
kandung kemih yang bersifat progresif dan pasien mungkin mengalami
inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.
- B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang
berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan
perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami
konstipasi.
- B6 (Bone)
Adanya gangguan keseimbangan
dan koordinasi dalam melakukan pergerakan karena perubahan pada gaya berjalan
dan kaku pada seluruh gerakan memberikan resiko pada trauma fisik jika
melakukan aktivitas.
- Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat
kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.
- Pengkajian fungsi serebral:
Status mental :
biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
- Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
a. Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada
kelaianan fungsi penciuman
b. Saraf II. Tes ketajaman
penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut
biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
c. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak
ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
d. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf
ini.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan
proses senilis serta penurunan aliran darah regional
g. Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan
makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
h. Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
- Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum
pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi
motorik secara umum.
Tonus Otot.
Didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan
Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status
kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
- Pengkajian Refleks
Pada tahap
lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila
klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan
dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien
sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai
barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap
sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil
dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi
klien secara umum.
B. Diagnosa
Diagnosa
Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan diagnosa medis Alzheimer
diantaranya :
1. Resiko
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat, perubahan proses pikir
2. Kurang
perawatan diri (makan, minum, berpakaian, Hygine) yang berhubungan dalam
perubahan proses berfikir
3. Kerusakan
komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan proses fikir
4. Perubahan
pola eliminasi urin/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsineurologi/tonus
otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
5. Perubahan
pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
6. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus
atau kekuatan otot.
7. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau
integrasi.
8. Perubahan
proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
9. Sindrom stress
relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
10.Koping
individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah,
perubahan intelektual
11.Hambatan
interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah
tersinggung, kurang percaya diri)
12.Risiko trauma
berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/ mengidentifikasi
bahaya dalam lingkungan
C. Perencanaan
Sasaran pasien
dapat meliputi perbaikan mencapai kemandirian aktifitas kehidupan mencapai
eliminasi fecal yang adekuat, mencapai dan mempertahankan kepuasan status
nutrisi, pencapaian komunikasi dan pengembangan mekanisme koping.
1. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat,
perubahan proses pikir
|
|
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh,
memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Evaluasi kemampuan makan klien
2. Observasi BB jika memungkinkan
3. Menejemen mencapai kemampuan
menelan
-Makanaan setengah padat dengan
sedikit air memudahkan untuk
menelan
-Klien dianjurkan untuk menelan
secara berurutan
-Klien diajarkan untuk meletakna
makanan diatas lidah menutup bibir
dan gigi serta menelan-
- Klien dianjurkan untuk mengunyah
pertama kali pada satu sisi mulut dan
kemudian kesisi yang lain.
-Masase otot wajah dan leher sebelum
makan dapat membantu
-Berikan makanan kecil dan lunak
|
. Klien mengalami kesulitan dalam
mempertahankan BB mereka. Mulut
mereka kering akibat obat-obatan dan
mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan. Klien berresiko terjadi aspirasi
akibat penurunan refleks batuk
2. Tanda kehilangan BB (7-10%) dan
kekurangan intake nutrisi menunjang
terjadinnya masalah katabolisme,
kandungan glikogen dalam otot dan
kepekaan terhadap pemasangan ventilator
3. Meningkatkan kemampuan klien dalam
menelan dan dapat membantu pemenuhan
nutrisi klien via oral. Tujuan lain adalah
mencegah terjadinya kelelahan,
memudahkan masuknya makanan dan
mencegah gangguan pada lambung
|
2. Kurang perawatan diri
(makan, minum, berpakaian, Hygine) yang berhubungan dalam
perubahan proses berfikir
|
|
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam
pemenuhan perawatan diri
Kriteria : klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk
kenutuhan merawat diri dan
mengidentifikasi personal/ keluarga yang dapat membantu
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam melakukan ADL
2. Ajarkan dan dukung klien dalam
melakukan aktivitas
3. Rencanakan tindakan untuk defisit
motorik seperti tempatakan makanan dan
peralatan didekat klien agar mampu
mengambil dengan sendirinya
4. Modifikasi lingkungan
5. Kolaborasi dalam pemberian supositoria
dan pencahar
|
. 1. Membantu dalam mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan kebutuhan
individual
2. Dukungan kepada klien selama aktivitas
sehari-hari dapat meningkatkan perawatan
diri
3. Klien akan mampu melakukan aktivitas
sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya
4. Modifikasi lingkungan untuk
mengkonpensasi ketidakmampuan fungsi
5. Pertolongan utama fungsi usus / defekasi
|
3. Kerusakan komunikasi
verbal yang berhubungan dengan perubahan proses fikir
|
|
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terjadi peningkatan dalam perilaku
berkomunikasi yang efektif sesuai dengan kondisi dan keadaan klien
Kriteria : membuat teknik/ metode komunikasi yang dapat dimengerti
sesuai kebutuhan dan
meningkatakn kemampuan komunikasi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kemampuan klien untuk
berkomunikasi
2. Menentukan cara-cara komunikasi seperti
mempertahankan kontak mata, menjawab
pertanyaan dengan jawaban ya atau
tidak, menggunakan kertas,
bolpoint/pensil, gambar/ papan tulis,
bahasa isyarat ], memperjelas arti dari
komunikasi yang diberikan
3. Buat rekaman pembicaraan kilen
4. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa
|
1. Gangguan bicara ada pada banyak klien
yang mengalami penyakit Alzeimer. Biicara
mereka yang lemah, monoton, halus
menuntut kesadaran berupaya untuk
bicara dengan lambat, dengan penekanan
perhatian pada apa yang mereka katakan
2. Mempertahankan kontak mata akan
membuat klien tertarik selama komunikasi.
jika klien dapat menggerakkan kepala
mengendipkan mata, atau senang denga
isyarat2 sederhana , lebih baik dengan
pertanyaan ya atau tidak. Kekampuan
menulis, kadang2 melelahkan klien, selain
itu dapat mengakibatkan frustasi dalam
upaya memenuhi kebutuhan komunikasi.
keluarga dapat bekerja sama dalam
memenuhi kebutuhan klien.
3. Rekamlah pembicaraan klien dalam pita
kaset selama periodik, hal ini dibutuhkan
dalam memantau perkembangan klien.
Amplifier kecil membantu apabila klien
mengalami kesulitan mendengar
4. Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu
dalam membentuk peningkatan latihan
percakapan dan memabantu petugas
kesehatan untuk mengembangkan metode
komuniakasi untuk memenuhi kebutuhan
klien
|
Intervensi
1. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat,
perubahan proses pikir
|
|
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh,
memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Mengevaluasi kemampuan makan
klien
2. Mengobservasi BB jika
memungkinkan
3. Menejemen mencapai kemampuan
Menelan
- Makanaan setengah padat dengan sedikit air memudahkan untuk menelan
-Menganjurkan Klien untuk menelan secara berurutan
-Mengjarkan Klien untuk meletakan makanan diatas lidah menutup bibir
dan gigi serta menelan
-Menganjurkan Klien untuk
mengunyah pertama kali pada satu
sisi mulut dan kemudian kesisi yang lain.
-Masase otot wajah dan leher sebelum makan dapat membantu
-Memberikan makanan kecil dan lunak
|
1. Klien tampak dapat makan dengan
sendirinya
2. BB klien kembali dalam batas normal
3. Klien tampak menelan tanpa kesulitan
|
2. Kurang perawatan diri
(makan, minum, berpakaian, Hygine) yang berhubungan dalam perubahan proses
berfikir
|
|
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam
pemenuhan perawatan diri
Kriteria : klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk
kenutuhan merawat diri dan mengidentifikasi personal/ keluarga yang dapat
membantu
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Mengkaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL
2. Mengajarkan dan mendukung klien dalam
melakukan aktivitas
3. Merencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti menempatkan
makanan \dan peralatan didekat klien agar mampu mengambil dengan sendirinya
4. Memodifikasi lingkungan
5. Melakukan kolaborasi dalam pemberian
supositoria dan pencahar
|
1. Klien tampak tidak kesulitan melakukan
kegiatan sehari-hari.
2. Klien dapat melakukan aktivitas tanpa
kesulitan
3. Klien mampu melakukan aktivitas motorik dengan sendirinya
4. Klien merasa nyaman dengan lingkungan
yang dimodifikasi
5. Klien dapat buang air besar tanpa kesulitan
|
3. Kerusakan komunikasi
verbal yang berhubungan dengan perubahan proses fikir
|
|
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terjadi peningkatan dalam perilaku
berkomunikasi yang efektif sesuai dengan kondisi dan keadaan klien
Kriteria : membuat teknik/ metode komunikasi yang dapat dimengerti
sesuai kebutuhan dan
meningkatakn kemampuan komunikasi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji kemampuan klien untuk
berkomunikasi
2. Menentukan cara-cara komunikasi seperti
mempertahankan kontak mata, menjawab
pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas,
bolpoint/pensil, gambar/ papan tulis,
bahasa isyarat ], memperjelas arti dari
komunikasi yang diberikan
3. Buat rekaman pembicaraan kilen
4. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa
|
1. Klien dapat melakukan komunikasi tanpa
kesulitan
2. Klien dapat berkomunikasi dengan orang
lain dengan melakukan kontak mata, dan
menjawab pertanyaan dengan jelas.
3. Klien dapat melakukan komunikasi dengan
baik setelah melakukan terapi dengan ahli
wicara
|
BAB
IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Penyakit Alzheimer
adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan terjadi terutama menyerang
orang yang berusia diatas 65 tahun tapi tidak menutup kemungkinan dapat juga
menyerang anak-anak, bahkan bayi.
Pasien dengan penyakit
Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron-neuron hipokarpus dan korteks
tanpa disertai kehilangan parenkim otak, juga terdapat kekusutan neuro
fibrilar. Penyebap pasti penyakit ini belum diketahui, namun terdapat beberapa
faktor predisposisi seperti proses infeksi virus lambat, autoimun, genetik dan
trauma.
Asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit Alzheimer dilakukan dengan tujuan membantu mengembalikan
fungsi kognitif, motorik dan fungsi-fungsi bagian tubuh lain yang mengalami
gangguan akibat kelainan neurotransmiternya. Selain itu perhatian terhadap
kebutuhan nutrisi juga tetap dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit
lain akibat intake nutrisi yang tidak adekuat.
B.SARAN
Bagi
perawat dan keluarga, diharapkan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi
pada penderita Alzheimer ini, karena setiap perubahan baik itu dari segi
kognitif dan motorik mempengaruhi aktivitas sehari-hari pasien. Karenanya
dibutuhkan perhatian lebih bagi penderita Alzheimer ini.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &
Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Muttaqin, Arif.
2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Ester, monica. 2010. Nanda
Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC
http://www.google.com/AsuhanKeperawatanKliendenganpenyakitAlzheimer
(diunduh
pada tanggal 28 Desember 2012 pukul
19.15 wita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar